Peranan dan pentingnya bahasa dalam konsep ilmiah
Bahasa
merupakan salah satu faktor pendukung kemajuan suatu bangsa karena bahasa
merupakan sarana untuk membuka wawasan bangsa (khususnya pelajar dan mahasiswa)
terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang. Dengan kata lain,
bahasa merupakan sarana untuk menyerap dan mengembangkan pengetahuan. Pada
umumnya, negara maju mempunyai struktur bahasa yang sudah modern dan mantap.
Pemodernan
bahasa merupakan suatu hal yang sangat penting. Di Jepang, misalnya,
usaha pemodernan bahasa Jepang yang dirintis sejak restorasi Meizi telah mampu
menjadi katalisator perkembangan ilmu dan teknologi di Jepang. Dengan
pemodernan bahasa, semua sumber ilmu pengetahuan dan teknologi dapat
diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang dengan cermat sehingga wawasan berpikir
bangsa Jepang dapat dikembangkan secara intensif lewat usaha penerjemahan
secara besar-besaran.
Gagasan tersebut telah mendorong usaha untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa keilmuan. Usaha pemodernan ini telah ditandai dengan dibentuknya Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dan diterbitkannya buku Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan, dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Walaupun publikasi tersebut belum secara tuntas menggambarkan aspek kebahasaan yang diharapkan, publikasi tersebut memberi isyarat bahwa untuk memantapkan kedudukan bahasa Indonesia perlu ada suatu pembakuan baik dalam bidang ejaan maupun tata bahasa. Pembakuan ini merupakan suatu prasyarat untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa keilmuan. Publikasi itu merupakan salah satu sarana untuk menuju ke status tersebut.
Gagasan tersebut telah mendorong usaha untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa keilmuan. Usaha pemodernan ini telah ditandai dengan dibentuknya Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dan diterbitkannya buku Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan, dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Walaupun publikasi tersebut belum secara tuntas menggambarkan aspek kebahasaan yang diharapkan, publikasi tersebut memberi isyarat bahwa untuk memantapkan kedudukan bahasa Indonesia perlu ada suatu pembakuan baik dalam bidang ejaan maupun tata bahasa. Pembakuan ini merupakan suatu prasyarat untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa keilmuan. Publikasi itu merupakan salah satu sarana untuk menuju ke status tersebut.
Kita
memaklumi bahwa bahasa Inggris yang kita kenal sekarang memang dapat dikatakan
mempunyai ejaan dan struktur bahasa yang baku. Oleh karena itu, bahasa tersebut
telah mencapai status untuk digunakan sebagai bahasa keilmuan. Tentu saja
kedudukan semacam itu tidak terjadi begitu saja. Bahasa tersebut telah
mengalami pengembangan dan perluasan dalam waktu hampir tiga abad untuk
mencapai statusnya seperti sekarang. Status yang demikian akhirnya juga menjadi
sikap mental bagi pemakai dan penuturnya. Artinya, kesalahan dalam penggunaan
bahasa baik tata bahasa maupun ejaan (spelling) merupakan suatu
kesalahan yang dianggap _tercela_ dan memalukan apalagi di kalangan akademik.
Sudah menjadi kebiasaan umum dalam penilaian pekerjaan tulis pelajar dan
mahasiswa di Amerika bahwa salah eja akan mengurangi skor pekerjaan tulis
tersebut. Hal seperti itu dapat terjadi karena pemilihan ejaan didasarkan pada
kaidah yang baku dan bukan didasarkan atas selera pemakai. Bandingkan dengan
keadaan di Indonesia khususnya di kalangan profesional dan akademik.
Kesadaran
akan adanya pedoman yang baku mencerminkan bahwa masyarakat mempunyai
mentalitas untuk mengikuti apa yang menjadi ketentuan atau kesepakatan bersama.
Memang dalam setiap ketentuan yang baku selalu ada penyimpangan. Akan tetapi,
penyimpangan tentu saja diharapkan sangat minimal. Bila penyimpangan lebih
banyak daripada ketentuan yang baku berarti ketentuan baku tersebut praktis
tidak ada manfaatnya sama sekali. Dalam kehidupan sehari-hari, bila
kebijaksanaan lebih banyak dari ketentuan yang telah digariskan, dapat
dibayangkan apa yang akan terjadi. Bila dalam kehidupan bermasyarakat lebih
banyak kebijaksanaan (yang berarti penyimpangan) dari-pada ketentuan hukum yang
berlaku maka kepercayaan masyarakat terhadap hukum menjadi berkurang dan
akhirnya masyarakat lebih mempercayai atau menganut jalan simpang. Oleh karena
itu, semboyan bahasa menunjukkan bangsa sebenarnya bukan sekadar
ungkapan klise melainkan semboyan yang mempunyai makna filosofis yang sangat
dalam. Sikap masyarakat terhadap bahasa barangkali dapat dijadikan indikator
mengenai sikap masyarakat dalam hidup bernegara. Mungkinkah perilaku dalam
penggunaan bahasa Indonesia dewasa ini merupakan refleksi sikap mental kita
yang selalu mengharapkan kebijaksanaan (baca: hak istimewa, prioritas,
penyimpangan, atau pengecualian terhadap hukum) daripada mengikuti ketentuan
yang berlaku?
Begitu juga
dalam hal ragam bahasa dalam konsep ilmiah yang menuntut kecermatan dalam
penalaran dan bahasa. Dalam hal bahasa, seperti karya tulis dan alporan
penelitian harus memenuhi ragam bahasa standar (formal) atau terpelajar
dan bukan bahasa informal atau pergaulan. Ragam bahasa terdiri atas dasar
media/sarana, penutur, dan pokok persoalan. Atas dasar media, ragam bahasa
terdiri atas ragam bahasa lisan dan tulis. Atas dasar penuturnya, terdapat
beberapa ragam yaitu dialek, terpelajar, resmi, dan takresmi. Dari segi pokok
persoalan, ada berbagai ragam antara lain ilmu, hukum, niaga, jurnalistik, dan
sastra.
Ragam bahasa
dalam konsep ilmiah hendaknya mengikuti ragam bahasa yang penuturnya adalah
terpelajar dalam bidang ilmu tertentu. Ragam bahasa ini mengikuti kaidah bahasa
baku untuk menghindari ketaksaan atau ambiguitas makna karena ragam bahasa
ilmiah tidak terikat oleh waktu. Dengan demikian, ragam bahasa dalam konsep
ilmiah sedapat-dapatnya tidak mengandung bahasa yang sifatnya kontekstual
seperti ragam bahasa jurnalistik. Tujuannya adalah agar karya tersebut dapat
tetap dipahami oleh pembaca yang tidak berada dalam situasi atau konteks saat
karya tersebut diterbitkan.
Kemampuan
berbahasa yang baik dan benar merupakan persyaratan mutlak untuk melakukan
kegiatan ilmiah sebab bahasa merupakan sarana komunikasi ilmiah yang pokok. Tanpa
penguasaan tata bahasa dan kosakata yang baik akan sukar bagi seorang
ilmuan untuk mengkomunikasikan gagasannya kepada pihak lain. Dengan bahasa
selaku alat komunikasi, kita bukan saja menyampaikan informasi tetapi juga
argumentasi, di mana kejelasan kosakata dan logika tata bahasa merupakan
persyaratan utama.
Masalah
ilmiah biasanya menyangkut hal yang sifatnya abstrak atau konseptual yang sulit
dicari alat peraga atau analoginya dengan keadaan nyata. Untuk mengungkapkan
hal semacam itu, diperlukan struktur bahasa dan kosakata yang canggih.
Ciri-ciri bahasa keilmuan adalah kemampuannya untuk membedakan gagasan atau
pengertian yang memang berbeda dan strukturnya yang baku dan cermat. Dengan
karakteristik ini, suatu gagasan dapat terungkap dengan cermat tanpa kesalahan
makna bagi penerimanya. Terdapat beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam
karya tulis ilmiah berupa penelitian yaitu:
- Bermakna isinya
- Jelas uraiannya
- Berkesatuan yang bulat
- Singkat dan padat
- Memenuhi kaidah kebahasaan
- Memenuhi kaidah penulisan dan format karya ilmiah
- Komunikatif secara ilmiah
Aspek
komunikatif (keefektifan) hendaknya dicapai pada tingkat kecanggihan yang
diharapkan dalam komunikasi ilmiah. Oleh karena itu, karya ilmiah tidak
selayaknya membatasi diri untuk menggunakan bahasa (struktur kalimat dan
istilah) popular khususnya untuk komunikasi antarilmuwan. Karena makna simbol
bahasa harus diartikan atas dasar kaidah baku, karya ilmiah tidak harus
mengikuti apa yang nyatanya digunakan atau popular dengan mengorbankan makna
yang seharusnya. Bahasa keilmuan tidak selayaknya mengikuti kesalahkaprahan.
Pemenuhan
kaidah kebahasaan merupakan ciri utama dari bahasa keilmuan. Oleh karena itu,
aspek kebahasaan dalam karya ilmiah sebenarnya adalah memanfaatkan kaidah
kebahasaan untuk mengungkapkan gagasan secara cermat. Kaidah ini menyangkut
struktur kalimat, diksi, perangkat peristilahan, ejaan, dan tanda baca.
Sumber : http://obyramadhani
wordpress.com/2009/10/21/10/.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar